Pemberdayaan Pasraman Menuju Peningkatan Kualitas SDM Hindu [2]

(Sebelumnya)

Memperhatikan beberapa uraian di atas bahwa umat Hindu Indonesia memiliki peluang besar untuk mengembangkan pendidikan agama Hindu dan pendidikan keagamaan Hindu melalui jalur formal dan nonformal. Begitu pula yayasan-yayasan yang mengelola pendidikan juga memiliki peluang emas untuk mengelola pasraman sebagaimana diamanatkan dalam PP 55 tahun 2007 tersebut di atas. Sebagai misal bahwa Yayasan Dwijendra Denpasar telah memiliki jenjang pendidikan dari TK, SD, SMP, SMA, SMK, dan juga ada perguruan tinggi. Dengan payung hukum PP 55 tahun 2007 bisa dikemas sistem pasraman Hindu yang didaftarkan di Departemen Agama RI melalui Kanwil Depag Propinsi Bali dan juga melalui Kandep Agama kabupaten dan kota di Bali.

Pemberdayaan pasraman merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas SDM Hindu menuju manusia Hindu Indonesia yang seutuhnya. Sedang pasal 41 ayat (1) dinyatakan bahwa pendidikan keagamaan Hindu nonformal dilaksanakan dalam bentuk pesantian, sad dharma yaitu dharma tula, dharma sadhana, dharma wacana, dharma yatra, dharma gita, atau dalam bentuk lain yang sejenis. Bila jalur formal bisa diupayakan tentu hal yang sangat positif guna meningkatkan kualitas SDM Hindu sebagai ahli agama Hindu, namun demikian dapat pula dengan jalur nonformal dengan menambah muatan lokal pendidikan agama Hindu secara memadai melalui sad dharma seperti disebutkan di atas.

Menuju SDM Hindu Berkualitas Melalui Perayaan Suci Agama Hindu

Pada tanggal 18 Maret 2009 umat Hindu merayakan perayaan suci Galungan, tepatnya pada Budha Kliwon Dunggulan. Kemudian pada tanggal 25 Maret 2009 dilaksanakan Upacara Tawur Agung Kasanga di masing-masing Desa Pakraman dan di berbagai wilayah di Indonesia, yang sekaligus juga sebagai puncak Upacara Panca Bali Krama di Pura Besakih-Karangasem-Bali. Pada tanggal 26 Maret 2009, segenap umat Hindu Indonesia merayakan perayaan suci Nyepi. Pada tanggal 28 Maret 2009 ada perayaan suci Kuningan. Selanjutnya pada tanggal 9 April 2009 dilaksanakan Upacara Bhatara Turun Kabeh di Pura Besakih. Jadi, dharma agama merupakan kewajiban mulia umat beragama untuk dapat menjalankan kewajiban kehidupan beragamanya dengan baik, tertib, nyaman, aman, dan sejahtera, sesuai petunjuk suci dalam ajaran agama masing-masing, terutama bagi umat Hindu Indonesia adalah sesuai dengan tuntunan suci yang diajarkan dalam pustaka suci Weda dan susatra Hindu lainnya.

Selain itu hari Selasa, Paing Sungsang, tepatnya purnama Kasanga Saka 1929, tanggal 10 Maret 2009, juga merupakan salah satu rerahinan suci umat Hindu. Semua perayaan suci Hindu pada bulan Maret 2009 merupakan perayaan suci dari sekaligus sebagai sarana untuk upaya menuju peningkatan kualitas SDM Hindu Indonesia.

a. Makna Perayaan Galungan

Umat Hindu Indonesia pada hari Budha Kliwon Dunggulan, Pangelong Ping Kutus Sasih Kesanga Saka 1930, tanggal 18 Maret 2009, merayakan hari suci Galungan. Inti makna perayaan Galungan adalah umat Hindu merayakan atas kemenangan atau tegaknya kebenaran atau dharma atas keburukan atau adharma. Selain itu bahwa umat Hindu juga menyampaikan rasa terima kasih, angayubagia, serta rasa syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, atas segala anugerah yang telah diberikan kepada umat manusia di jagat raya ini.

Perayaan Galungan diawali dengan rasa bhakti kehadapan Ida Bhatara Sangkara pada hari Saniscara Kliwon Wariga yang telah menganugerahi sarwa tanem tuwuh yang subur, makmur, dan melimpah. Pada Weraspati Wage Sungsang dilakukan penyucian secara makrokosmos atas anugerah dari Bhatara Bhatari. Pada Sukra Kliwon Sungsang dilakukan penyucian diri atau mikrokosmos atas anugerah Bhatara Bhatari.

Pada hari Redite Paing Dunggulan adalah Penyekeban, hari Sorna Pon Dunggulan adalah hari Penyajaan, hari Anggara Wage Dunggulan adalah hari Penampahan Galungan, Umat Hindu melakukan tataban pabyakaonan kegiatan pemotongan hewan untuk sarana yajna. Pada hari Budha Kliwon Dunggulan adalah Galungan, umat Hindu melakukan pemujaan dan menghaturkan persembahan sesajen kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Bhatara-Bhalari, Dewa-Dewi, Pitara-Pitari, dan segala manifestasi Tuhan, untuk memohon keselamatan dunia dan kesejahteraan umat manusia.

Pada saat perayaan Galungan umat Hindu memasang penjor Galungan sebagai simbol terima kasih dan wujud kemenangan dharma melawan adharma yang dipasang pada hari Anggara Wage Dunggulan di masing-masing lebuh (keluar masuk pintu rumah) yang bertempat di sebelah hulu. Sesuai pustaka Sundarigama diajarkan bahwa pelaksanaan secara upakara/upacara ialah melakukan pawidhi widhana kepada semua dewa, baik di sanggah parahyangan di atas tempat tidur, di natar, lumbung, dapur, di muka pekarangan, tempat (palinggih di beberapa tempat suci maupun di pekarangan-pekarangan, tugu, pengulun setra, penguhtn desa, seria di tempat perlengkapan rumah tangga atau bangunan-bangunan. Banten yang disuguhkan adalah tumpeng payas, wangi-wangian, tumpeng pengambeyan, jerimpen, sodaan, puspa wangi, asep astanggi, dan sebagainya.

b. Makna Perayaan Kuningan

Pada hari Saniscara Kliwon Kuningan, Penanggal Ping Telu Sasih Kadasa Saka 1930, tanggal 28 Maret 2009, segenap umat Hindu Indonesia merayakan hari suci Kuningan. Pada saat Kuningan umat melakukan persembahyangan untuk memohon kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Dewa-Dewi, Bhatara-Bhatari, Pitara-Pitari, Sasuhunem untuk memohon keselamatan diri dan kesejahteraan umat manusia. Banten yang dihaturkan saat Kuningan adalah segehan, setanggi, tebog, raka-raka, pasucian, dan canang zuangi selengkapnya, juga tamiang, caniga, lamak, dan kelengkapannya. Perayaan pemujaan hari Suci Kuningan dilakukan pada pagi hari sebelum pukul 12.00 siang, oleh karena dalam keyakinan Hindu bahwa Ida Pitara-Pitari telah kembali lagi ke kahyangan sesuai linggih-Nya.

c. Makna Perayaan Nyepi

Hari suci Nyepi bagi umat Hindu Indonesia dirayakan pada tahun ini pada hari Weraspati Pon Kuningan, Pananggal Ping Pisan Kasih Kadasa Saka 1930, tanggal 26 Maret 2009. Pada saat perayaan Nyepi agar diwujudkan suasana yang hening, sepi, sipeng, sunya, dan nirmala dengan melaksanakan catur brata panyepian. Keempat brata tersebut yaitu, amati karya (tidak melakukan kerja apapun), amati geni (tidak menyalakan api diri dan api kehidupan berumah tangga), amati lalungaan (tidak ergian kemanapun dengan berdiam melakukan japa, puja, pangastazva, yoga, brata, tapa, dan sejenisnya di rumah atau di tempat suci keluarga), dan amati lelanguan (tidak melakukan hiburan, tidak bersenang-senang, tidak berhura-hura, tidak berfoya-foya, serta yang sejenisnya yang menimbulkan kete-nangan dan kedamaian diri terganggu).

d. Makna Upacara Panca Bali Krama

Salah satu upacara suci yang dilaksanakan oleh umat Hindu bertempat di Pura Agung Besakih-Bali adalah Upacara Panca Bali Krama. Upacara tersebut dilaksanakan pada hari Budha Paing Kuningan Pangelong Ping Limolas Sasih Kasanga Saka 1930, tepatnya pada tanggal 25 Maret 2009,

Upacara Panca Bali Krama merupakan upacara suci yang dilakukan oleh umat Hindu di Pura Besakih yang bermakna untuk mencapai keharmonisan antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia, serta manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Upacara Panca Bali Krama sebagai upacara suci yang dilakukan setiap sepuluh tahun sekali sesuai sistem perhitungan kalender Hindu, berdasarkan sistem peredaran antara bulan (candra) dan matahari (surya) yang pas bertemu dinamai windhu turas yakni tenggek wiridku rah windhu.

Kali ini pas angka tahun saka 1930 adalah dengan rah windhu. Pada saat inilah merupakan hari baik untuk melakukan Tawur Agung Kasanga dan Tawur Panca Bali Krama di Pura Besakih yang merupakan pura terbesar di Indonesia. Pada saat Upacara Panca Bali Krama diharapkan segenap umat Hindu dapat ngaturang Yasa Kerti secara tulus iklas (sudha nirmala) untuk mewujudkan keharmonisan alam semesta beserta dengan segala isinya secara sakala dan niskala.

Pendidikan agama Hindu dan pendidikan keagamaan Hindu perlu diupayakan secara berkesinambungan dan berkelanjutan oleh umat Hindu secara nonformal dan perlu diperjuangkan pendidikan keagamaan Hindu secara formal yang dikelola oleh pemerintah, sehingga ke depan akan dimiliki kader-kader Hindu yang berkualitas. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa pihak nonformal juga berpeluang untuk menyelenggarakan pendidikan keagamaan Hindu melalui pasraman untuk memberikan kesempatan kepada kader-kader muda Hindu untuk menimba pendidikan agama Hindu secara formal dan nonformal.

Mari kita wujudkan kualitas SDM Hindu melalui perayaan dan praktik keagamaan Hindu, seperti : purnama kasanga, tilem kasanga, perayaan suci Galungan, Kuningan, Nyepi, Upacara Panca Bali Krama , dan perayaan suci lainnya bagi umat Hindu Indonesia. Upaya dalam pemberdayaan pasraman Hindu (lembaga pendidikan keagamaan Hindu adalah untuk mewujudkan manusia Hindu Indonesia yang utuh, berkualitas, bertanggung jawab secara lahir dan batin yakni manusia Hindu gunamantha, widyantara, suputra-suputri).

Source: I Ketut Subagiasta l Warta Hindu Dharma NO. 511 Juli 2009