Suku Dayak merupakan salah satu suku besar yang ada di Indonesia. Suku Dayak menempati hampir sebagian besar Pulau Kalimantan dan tersebar juga di Malaysia. Seperti suku-suku lain, suku Dayak juga memiliki ideologi yang mengikat mereka sebagai sebuah pandangan hidup. Layaknya Indonesia yang memiliki Bhinneka Tunggal Ika, suku Dayak juga memiliki ideologi Adil Ka'Talino Bacuramin Ka'Saruga Basengat Ka'Jubata. Sebuah ideologi yang dipegang teguh oleh para pemuka-pemuka adat dan diwariskan kepada generasi-generasi muda Dayak. Kata-kata ini sering diucapkan pada saat acara-acara besar kesukuan yang diadakan di daerah tempat tinggal suku Dayak, yang diucapkan sebagai kata pembuka sebelum seorang tetua bicara menyampaikan pendapat atau suatu keputusan. Biasanya para peserta yang menghadiri acara tersebut akan menjawab dengan kata Arus…Arus…Arus yang berarti terus mengalir atau terus hidup.
Arti dari kata-kata tersebut memiliki makna yang besar dalam pengaturan kehidupan masyarakat Dayak pada zaman dahulu dan masih tetap dipertahankan sampai sekarang. Kata Adil Ka'Talino memiliki arti manusia Dayak harus bersikap adil kepada sesama manusia juga terhadap makhluk lain disekitarnya. Bacuramin Ka'Saruga memiliki arti bahwa manusia Dayak sebagai makhluk Tuhan harus senantiasa berserah diri kepada Yang Maha Kuasa, dan berusaha tetap menjaga kerukunan serta mengamalkan kebaikan-kebaikan sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang dipercayai. Sedangkan Basengat Ka'Jubata memiliki arti manusia Dayak harus senantiasa ingat kepada Tuhan yang telah memberi napas kehidupan. Falsafah hidup tersebut adalah sikap batin yang paling dasar yang memiliki arti dimanapun, manusia harus dapat berlaku adil, bukan hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan. Falsafah ini merupakan kesepakatan yang lahir agar ada harmonisasi antara manusia dan alam, ada harmonisasi antar makhluk hidup yang hidup di bumi.
Ajaran mengenai keseimbangan dan keharmonisan tersebut terdapat pula dalam Hindu, yang dikenal dengan Tri Hita Karana. Istilah Tri Hita Karana berasal dari Bahasa Sanskerta, yaitu Tri berarti tiga; Hita berarti baik, senang, gembira, lestari; dan Karana yang berarti penyebab atau sumbernya sebab (Jaman, 2007:18). Tri Hita Karana berarti tiga buah unsur yang merupakan sumbernya sebab yang memungkinkan timbulnya kebaikan. Ketiga unsur yang dimaksud adalah berbuat kasih kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan, memuja para leluhur, dan pemujaan kepada Dewa-Dewa. Jadi Tri Hita Karana sebagai perwujudan kesejahteraan dan kebahagiaan dimana ketiga unsur yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Manusia, dan alam semesta.
Hal inilah yang menjadi pola dasar tatanan kehidupan umat Hindu, yang dijadikan budaya perilaku sehari-hari, sehingga muncul konsep Tri Hita Karana yang mengajarkan pola hubungan yang harmonis (selaras, serasi, seimbang) diantara ketiga sumber kesejahteraan dan kebahagiaan ini, yang terdiri dari unsur:
1. Parahyangan, harmonis antara manusia dengan sang pencipta (Brahman).
2. Pawongan, harmonis antara manusia dengan sesama manusia.
3. Palemahan, harmonis antara manusia dengan alam semesta beserta isinya.
Seperti halnya falsafah hidup suku Dayak yang telah dibahas diatas, Tri Hita Karana merupakan ideologi yang mendasar dalam ajaran Hindu. Dimana ajaran ini merupakan sebuah pelajaran besar mengenai tenggang rasa, cinta kasih terhadap semua makhluk yang ada dialam semesta ini. Manusia sebagai makhuk yang dianugerahi idep diingatkan melalui ajaran ini agar selalu bersikap adil dan harus bisa menempatkan diri dalam kehidupannya di alam semesta ini. Perilaku yang demikian hendaknya didasari oleh kesadaran bahwa alam semesta adalah kompleksitas unsur-unsur yang satu sama lain terkait dan membentuk suatu sistem kesemestaan, karena nilai dasar dari kehidupan adalah nilai keseimbangan.
Dalam kehidupan di alam semesta ini, manusia mengalami ketergantungan terhadap kekuasaan adi duniawi yang tidak dapat diperhitungkan. Manusia, alam, dan alam kodrati dirasakan sebagai kesatuan terungkap dalam kepercayaan bahwa semua peristiwa alam yang tampak berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang tak tampak. Dengan demikian masyarakat sebagai sumber rasa aman, begitu pula alam dihayati sebagai kekuasaan yang menentukan keselamatan. Alam adalah ungkapan kekuasaan yang akhirnya menentukan kehidupan umat manusia.
Makna terdalam dari kedua ideologi tersebut adalah tidak boleh ada ketidakadilan dimuka bumi ini. Adil yang dimaksud disini bukan hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada alam semesta dan makhluk yang ada didalamnya. Oleh karena itu manusia tidak boleh gegabah dalam berperilaku, seakan-akan masalahnya terbatas hanya pada dimensi sosial dan alamiah. Karena yang tampak dan tidak tampak tersebut bersumber dari Tuhan melalui penciptaan-Nya, dimana Tuhan sebagai asal dan tujuan akhir hidup manusia.
*Disarikan dari berbagai sumber*
Oleh: Betariani Saraswati
Sekretaris Bidang Sains, Riset, dan Teknologi